SC

1  Definisi Operasi Sectio Caesar

Operasi Caesar menurut Leon J. Dunn, dalam buku Obstetrics and Gynecology, menyebutkan bahwa sebagai cesarean section laparotrachelotomy, atau abdominal delivery. Dalam bukunya, ia mengartikan sebagai persalinan untuk melahirkan janin dengan berat 500 gram atau lebih, melalui pembedahan diperut dengan menyayat dinding rahim ( Kasdu,2003 ). 

2.  Tipe – Tipe Sectio Caesarea

Tipe-tipe sectio caesarea menurut Oxorn, 2010 :

1.      Segmen Bawah : Insisi Melintang

Karena cara ini memungkinkan kelahiran perabdominam yang aman sekalipun dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun rongga rahim terinfeksi, maka insisi melintang segmen bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam pelaksanaa obstetrik pada hal-hal berikut :

a.       Insisi ini memungkinkan ahli kebidanan untuk mengubah keputusannya.

b.      Insisi ini menghasilkan konsep trial of labor, trial of oxytocin stimulation  dan trial forceps.

c.       Indikasi kelahiran dengan forceps yang membawa cedera benar-benar telah ditiadakan.

d.      Indikasi untuk sectio caesarea semakin meluas.

e.       Morbiditas dan mortalitas maternal lebih rendah dibandingkan insisi segmen atas.

f.       Cicatrix yang terjadi pada uterus lebih kuat.

Insisi melintang segmen bawah ini merupakan prosedur pilihan. Abdomen dibuka dan uterus disingkapkan. Lipatan vesicouterina periteoneum (bladder flap) yang terletak dekat sambungan segmen atas dan bawah uterus ditentukan dan disayat melintang; lipatan ini dilepaskan dari segmen bawah dan bersama-sama kandung kemih didorong kebawah serta ditarik agar tidak menutupi lapangan pandangan. Pada segmen bawah uterus dibuat insisi melintang yang kecil; luka insisi ini dilebarkan kesamping dengan jari-jari tangan dan berhenti didekat daerah pembuluh-pembuluh darah uterus. Kepala janin yang pada sebagian besar kasus terletak dibalik insisi diekstraksi atau didorong, diikuti oleh bagian tubuh lainnya  dan kemudian plasenta serta selaput ketuban. Insisi melintang tersebut ditutupi dengan jahitan catgut bersambung satu lapis atau dua lapis. Lipatan vesicouterina kemudian dijahit kembali pada dinding uterus sehingga seluruh luka insisi terbungkus dan tertutup dari rongga peritoneum generalisata. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis (Oxorn, 2010).

KEUNTUNGAN    

a.       Insisinya ada pada segmen bawah uterus. Namun demikian, kita harus yakin tempat insisi ini berada pada segmen bawah yang tipis dan bukannya pada bagian inferior dari segmen atas yang muskuler.

b.      Otot tidak dipotong tetapi dipisah kesamping; cara ini mengurangi perdarahan

c.       Insisi jarang terjadi sampai plasenta

d.      Kepala janin biasanya berada dibawah insisi dan mudah diekstraksi

e.       Lapisan otot yang tipis dari segmen bawah rahim lebih mudah dirapatkan kembali dibanding segmen atas yang tebal

f.       Keseluruhan luka insisi terbungkus oleh lipatan vesicouterina sehingga mengurangi perembasan kedalam cavum peritonei generalisata

g.      Ruptura jaringan cicatrix yang melintang kurang membahayakan jiwa ibu dan janin karena :

1)        Inseden ruptur tesebut lebih rendah

2)        Kejadian ini jarang terjadi sebelum aterm. Dengan demikian pasien sudah dalam pengamatan ketat dirumah sakit.

3)        Perdarahan  dari segmen bawah yang kurang mengandung pembuluh darah itu lebih sedikit dibandingkan perdarahan dari corpus

4)        Ruptura bekas insisi melintang yang rendah letaknya kadang-kadang saja diikuti dengan ekspulsi janin atau dengan terpisahnya placenta, sehingga masih ada kesempatan untuk menyelamatkan bayi.

KERUGIAN

a.         Jika insisi terlampau jauh ke lateral, seperti terjadi pada kasus yang bayinya terlalu besar, maka pembuluh darah uterus dapat terobek sehingga menimbulkan perdarahan hebat

b.        Tidak dapat dianjurkan kalau terdapat abnormalitas pada segmen  bawah, seperti fibroid atau varices yang besar

c.         Pembedahan sebelumnya atau perlekatan yang padat yang menghalangi pencapaian segmen bawah akan mempersulit operasi

d.        Kalau segmen bawah belum terbentuk dengan baik, pembedahan melintang sukar dilakukan

e.         Kadang-kadang vesica urinaria melekat pada jaringan cicatrix yang terjadi sebelumnya sehingga vesica urinaria dapat terluka.

2.      Segmen Bawah : Insisi Membujur

Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti pada insisi melintang. Insisi membujur dibuat dengan skapel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk menghindari cedera pada bayi (Oxorn, 2010).

            Insisi membujur mempunyai keuntungan yaitu kalau perlu luka insisi bisa diperlebar keatas. Pelebaran ini diperlukan kalau bayinya beasr, pembentukan segmen bawah jelek, ada malposisi janin seperti letak lintang atau kalau ada anomali janin seperti kehamilan kembar yang menyatu (joined twins). Dapat juga dilakukan untuk plasenta previa (Oxorn, 2010).

            Salah satu kerugian utamanya adalah perdarahan dari tepi sayatan yang lebih banyak karena terpotongnya otot  juga, sering luka insisi tanpa dikehendaki meluas kesegmen atas sehingga nilai penutupan retroperitoneal yang lengkap akan hilang (Oxorn, 2010)

3.   Syarat dan Prinsip Sectio Caesar

 Syarat sectio caesar menurut Winkjosastro, 2010:

  1. Uterus dalam keadaan utuh (karena pada sectio cesarea, uterus akan diinsisi).
  2. Berat janin di atas 500 gram.

Prinsip sectio caesar menurut Winkjosastro, 2010:

  1. Keadaan yang tidak memungkinkan janin dilahirkan per vaginam, dan/atau
  2. Keadaan gawat darurat yang memerlukan pengakhiran kehamilan / persalinan segera, yang tidak mungkin menunggu kemajuan persalinan per vaginam secara fisiologis.

4.   Indikasi Medis

Pada persalinan normal bayi akan keluar melalui vagina, baik dengan alat maupun dengan kekuatan ibu sendiri. Dalam keadaan patologi, persalinan kemungkinan akan dilakukan dengan operasi sectio caesarea. Adapun penyebab dilakukan operasi sectio caesarea menurut Oxorn, 2010 adalah :

2.                Berdasarakan Faktor Ibu

1.    Riwayat sectio caesarea sebelumnya

Pada sebagian negara ada kebiasaan yang dipraktekan akhir-akhir ini, yaitu setelah prosedur pembedahan sectio caesarea dikerjakan, maka semua kehamilan yang mendatang harus diakhiri dengan cara sectio caesarea kembali. Bahaya ruptur lewat tempat insisi sebelumnya dirasakan terlalu besar. Dan faktor-faktor yang menambah resiko pada ibu yang riwayat sectio caesarea adalah umur diatas 30 tahun, grandemultiparitas, malpresentasi, obesitas, partus lama dan ketuban pecah dini.  Sehingga sectio caesarea lah tindakan akhir yang akan dilakukan untuk mengurangi mortalitas maternal Oxorn ( 2010 ).

2.    Primigraviditas usia lanjut

Primigraviditas usia lanjut sulit didefinisikan. Sementara umur bervariasi dari 35 hingga 40 tahun, faktor-faktor lain juga sama pentingnya ini mencangkup ada tidaknya segmen bawah uterus yang baik, kelenturan atau kekakuan cervik dan jaringan lunak jalan lahir, kemudahan menjadi hamil, jumlah abortus, presentasi anak dan koordinasi kekuatan his. Kalau semua hal ini menguntungkan kelahiran pervaginam harus dipertimbangkan. Kalau faktor-faktor yang merugikan terdapat, maka sectio caesarea merupakan prosedur yang lebih aman dan lebih bijaksana ( Oxorn, 2010 ).

Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahu memiliki risiko melahirkan dengan operasi. Apalagi pada wanita dengan usia 40 tahun keatas. Pada usia ini, biasanya seseorang memiliki penyakit yang berisiko misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis, dan preeklamsia. Ekslamsia dapat menyebabkan ibu kejang sehingga seringkali menyebabkan dokter memutuskan persalinan dengan operasi Caesar ( Kasdu, 2003 ).

Menurut Wiknjosastro (2006) bahwa usia 20-35 tahun merupakan usia terbaik untuk mengandung dan melahirkan.  Sedangkan ibu yang berusia lebih dari 35 tahun menurut Sulistiawati (2010) yang menyatakan bahwa kondisi fisik ibu yang hamil dengan usia lebih 35 tahun akan sangat menentukan proses kelahiran hal ini pun turut mempengaruhi kondisi janin. Sedangkan pada ibu yang melahirkan dengan usia kurang dari 20 tahun adalah berisiko karena alat reproduksi belum matang sehingga dapat meninbulkan resiko komplikasi. Pada penelitian ini tidak terdapat kesenjangan antara teori yang ada dengan penatalaksanaan, karena pada umumnya ibu yang melahirkan dengan tindakan sectio caesarea yaitu wanita usia reproduksi yaitu pada kelompok usia 20-35 tahun.

Menurut Prawihardjo (2007) paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seseorang wanita dalam masa reproduksi, dikatakan rendah bila jumlah anak yang dilahirkan adalah 1 orang, paritas tinggi bila jumlah anak yang dilahirkan lebih dari 4 orang dan paritas 2 – 4 orang. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Prawihardjo (2007), bahwasannya paritas yang aman dari sudut kematian maternal adalah 2 – 4 orang anak.

3.    Riwayat obsterik yang jelek seperti kelahiran sebelumnya berlangsung secara sukar dan menimbulkan cedera luas pada cervix, vagina serta perineum, atau kalau bayi pernah cedera (Oxorn,2010).

4.    Plasenta previa

Plasenta previa yaitu posisi plasenta terletak dibawah  rahim dan menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir. Keadaan ini akan mengakibatkan kepala janin tidak bisa turun dan masuk kejalan lahir. Janin dengan plasenta previa umumnya juga akan memilih letak sungsang atau melintang. Keadaan ini menyululitkan janin lahir secara alami. Plasenta sebagai tempat janin mendapatkan oksigen dan makanan apabila tidak dilakukan operasi sectio caesarea pada kelainan plasenta previa dikhawatirkan terjadinya perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi (pembuluh-pembuluh darah) dan sususnan serabut otot dengan korpus uteri hal ini dapat membahayakan sang ibu keadaan vaskularisasi pada tempat menempelnya plasenta previa menyebabkan serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek (Kasdu, 2003).

Penatalaksanaan Plasenta Previa menurut Manuaba (2010) yaitu

segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan anak untuk mengurangi kesakitan dan kematian, memecahkan ketuban diatas meja opersi selanjutnya pengawasan untuk dapat melakukan pertolongan lebih lanjut, Pertolongan persalinan seksio sesaria merupakan bentuk pertolongan yang paling banyak dilakukan.

Menurut  Sujiyatini ( 2009 ) yang menyatakan bahwa ibu hamil yang mengalami plasenta previa baik janin mati atau hidup harus dilakukan persalinan dengan tindakan sectio caesarea dengan syarat usia kehamilan 37 minggu dengan tafsiran berat  janin > 2500 gram.

5.    Abruptio placentae (Tali pusat lepas duluan)

Abruptio placentae yang terjadi sebelum atau selama persalinan awal dapat diatasi dengan pemecahan ketuban dan pemberian tetesan oxytocin. Kalau perdarahan nya hebat, cervix mengeras dan menutup atau kalau ada kecurigaan apoplexia uteroplacental, maka diperlukan sectio cesarea untuk menyelamatkan bayi, pengendalinan perdarahan, mencegah afibrinogemia dan untuk mengamati keadaan uterus serta kemampuannya berkontraksi dan mengendalikan perdarahan. Pada ebagian kasus diperlukan tindakan histerektomi (Oxorn,2010).

6.    Pre-Eklamsia-Berat

Menurut (Manuaba, 2010) gejala pre-eklamsi berat dapat diketahui dengan pemeriksaan pada tekanan darah mencapai 160/110 mmHg, oliguria urin kurang 400 cc/24 jam, proteinuria lebih dari 3 gr/liter. Pada keluhan subjektif pasien mengeluh nyeri epigastrium, gangguan penglihatan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan di dapat kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada retina dan trombosit kurang dari 100.000/mm.

Penanganan pre-eklamsia-berat terdiri atas pengobatan medik dan penanganan obstetrik. Obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus  janin yang sudah cukup matur lebih baik hidup diluar kandungan dari pada dalam uterus dan  tindakan yang aman untuk mengakhiri kehamilan pada bayi yang matur adalah dengan cara sectio caesarea (Winkjosastro  2007) .

Penangan ibu dengan preeklampsia berat pada saat persalinan menurut Rukiyah ( 2010 ) dilakukaan tindakaan penderitaa dirawat inap antara lain:

a.       Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi. Berikan diet rendah garam, lemak dan tinggi protein. Berikan suntikan MgSO4 8 gr dibokong kanan dan 4 gr dibokong kiri, Suntikan diulang dengan dosis 4 gr setiap jam, syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella positif, diuresis 100cc dalam 4 jam terakhir, respirasi 16x / menit dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10 % dalam ampul 10cc, Infus dekstros 5% dan Ringer Laktat, berikan obat anti hipertensi, injeksi katapres 3×1/2 tablet atau 2×1/2 tablet sehari, di uretika tidak diberikan, kecuali terdapat uedema umum, edema paru dan kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat disuntikan 1 ampul IV  Lasix, segera setelah pemberian MgSO4 kedua, dilakukan induksi partus  dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin 10 satuan dalam infus tetes (dilakukan oleh bidan atas intruksi dokter).

b.      Kala II harus dipersingkat dalam 24 jam dengan ekstraksi vakum atau forceps, jadi ibu dilarang mengedan ( dilakukan oleh dokter kandungan), jangan berikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi pendarahan yang disebabkan atonia uteri, pemberian MgSO4 kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam postpartum.

c.       Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio sesarea, perhatikan bahwa Tidak terdapat koagulopati, Anastesi yang aman atau terpilih adalah anastesi umum jangan lakukan anastesi lokal, sedang anastesi spinal berhubungan dengan resiko (dilakukan oleh dokter kandungan).

d.      Jika anastesi umum tidak tersedia atau janin mati, aterm terlalu kecil, lakukan persalinan pervaginam. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dextrose 10 tetes/menit atau dengan  prostaglandin (atas instruksi doker boleh diberikan oleh bidan).

Pengobatan obstetrik pada pre-eklamsia-berat menurut Rukiyah (2010 ) adalah :

1). Cara Terminasi Kehamilan yang Belum Inpartu

a. Induksi persalinan : tetesan oksitosin fetal heart monitoring.

b. Seksio sesaria (dilakukan oleh dokter kandungan), bila : fetal assesment jelek. Syarat     tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin, 12 Jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesarea.

 

2). Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu

     Kala I fase laten : 6 jam belum masuk aktif maka dilakukan seksio sesaria ; fase aktif : Amniotomi saja, bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan sectio caesarea.

Kala II : pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan. Amniotomi dan tetesaan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang, bila keadaan memungkinkan terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.

7.    Tumor yang menghalangi jalan lahir

Tumor didalam vagina biasanya berupa kista (berasal dari saluran gartner atau muller). Pengobatan jika kehamilan masih muda maka diberikan penyinaran biasnya karena penyinaran ini terjai abortus tetapi kalau dalam 4 minggu belum juga abortus maka anak harus dikeluarkan dengan histerektomi abdominal karena anak akan cacat karena pengaruh sinar rongetn, jika kehamilan sudah besar hinngga anak dapat hidup didunia luar maka anak dilahirkan dengan sectio caesarea. Persalinan pervaginam tidak dibenarkan mengingat kesukaran dilatasi cervik dan kemungkinan perdarahan. Penyinaran dimulai dimulai 1-2 minggu setelah sectio caesarea (Wiknjossatro 2010).

8.    Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2010).

Penyebab ketuban pecah dini mempunyai dimensi multifaktorial yaitu serviks inkompeten, ketegangan rahim berlebihana (kehamilan kembar, hidramnion), kelainan letak (letak sungsang, letak lintang), kemungkinan kesempitan panggul, kelainan bawaan dari selaput ketuban, infeksi yang menyebabkan terjadinya prosese biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah (Manuaba, 2010).

Diagnosis ketuban pecah dini didasarkan pada riwayat pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara mendadak atau sedikit demi sedikit pervaginam. Untuk dapat menegakkan diagnosis dapat diambil pemeriksaan inspekulo untuk pengambilan cairan pada forniks posterior, pemeriksaan lakmus yang akan berubah menjadi biru sifat basa, fern tes cairan amnion, pemeriksaan USG untuk mencari Amniotic Fluid Index (AFI), aktifitas janin, pengukur berat badan janin, detak jantung janin, kelainan kongenital atau deformitas. Selain itu untuk membuktikan kebenaran ketuban pecah dengan jalan aspirasi air ketuban untuk dilakukan kultur cairan amnion, pemeriksaan interleukin, alfa fetoprotein, bisa juga dengan cara penyuntikan indigo karmin ke dalam amnion serta melihat dikeluarkannya pervaginam (Manuaba, 2010).

penatalaksanaan pada ibu yang mangalami ketuban pecah dini yaitu pertama jika usia kandungannya aterm > 37 minggu maka dilakukan induksi persalinan terlebih dahulu tetapi induksi dilakukan dengan memperhatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan sectio caesarea (Sujiyatini  2009 ).

Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Pecahnya kantung ketuban pada kehamilan seringkali tidak disadari penyebabnya. Namun, biasanya hal ini terjadi sesudah trauma. Misalnya, setelah terjatuh, perut terbentur sesuatu, atau sesudah senggama. Dengan adanya hal ini dokter akan mempercepat persalinan karena khawatir akan terjadi infeksi pada ibu dan janinnya biasanya persalinan akan dilakukan dengan tindakan sectio caesarea jika ketuban sudah pecah lebih dari 12 jam (Kasdu 2003 ).

1.    Oligohidramnion

Olighidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban sangat sedikit yakni kurang dari normal,yaitu kurang dari 500 CC. Insidensi 5-8% dari seluruh kehamilan (Rukiyah,2010).

Banyaknya air ketuban berkurang dari normal. Bila sampai kurang dari 500 cc disebut oligohidramnion Biasanya cairannya kental, keruh, berwarna kuning kehijau-hijauan. Yang dimana jika kehamilan itu sudah cukup bulan atau aterm maka harus segera dilahirkan dengan tindakan sectio caesarea untuk menghindari terjadinya gawat janin (Wiknjosastro  2007).

Oligohidramnion adalah jumlah air ketuban kurang dari batas normal, yaitu 800 cc. Indeks air ketubannya kurang dari 5 cm (Manuaba,2010).

Oligohidramnion memengaruhi umbilikus sehingga menimbulkan gangguan aliran darah menuju janin serta menimbulkan gangguan aliran darah menuju janin serta menimbulkan asfiksia intrauterin. Air ketuban  yang kental akan diaspirasi dan menambah kejadian asfiksia neonatorum. Oligohidramnion akan menimbulkan tekanan fisik pada janin sehingga terjadi deformitas tepat ditempat yang terkena tekanan langsung dengan dinding uterus. Kehamilan dengan oligohidramnion tergolong ibu hamil dengan resiko tinggi sehingga diperlukan pertimbangan cermat dalam melakukan pertolongan persalinan. Khusus pada oligohidramnion, bila indeks cairan amniotik kurang dari 5 cm sebaiknya dilakukan persalinan dengan sectio caesarea dan bayinya dimasukan dalam unit perawatan intensif neonatus (Manuaba,2010).

Penyebab oligohidramnion adalah absorpsi atau kehilangan cairan yang meningkat ketuban pecah dini. Penurunan produksi cairanamnion yakni kelainan ginjal kongenital akan menurunkan keluaran ginjal janin obstruksi pintu keluar kandung kemih atau uretra akan menurunkan keluaran rutin dengan cara yang sama (Rukiyah,2010).

Pada ibu yang mengalami oligohidramnion biasanya akan tampak uterus lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen, ibu merasa nyeridi perut pada setiap pergerakan anak (Rukiyah,2010).

Penatalaksaan pada ibu adalah: tirah baring, hidrasi dengan kecukupan cairan, perbaikan nutrisi, pemantauan kesejahteraan janin, pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion, pemeberian infus Amnion (Rukiyah,2010).

2.        Kegagalan persalinan dengan induksi

Induksi persalinan adalah merangsang uterus untuk memulai terjadinya persalinan dengan tujuan untuk mencapai his 3 kali dalam 10 menit lamanya 40 detik. Jika pada ibu yang telah dilakukan induksi hingga tetesan  mencapai 60 tetes/menit tetapi masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat maka induksi dianggap gagal  maka tindakan yang akhir untuk melindungi ibu dan janin yaitu dengan cara persalinan dengan tindaka sectio caesarea ( Saifuddin 2002 ).

3.        Keinginan Sendiri

       Hasil penelitian menunjukan bahwa permintaan persalinan Sectio Caesarea paling banyak dilakukan oleh ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya. Determinan yang paling dominan mendorong ibu bersalinan meminta persalinan secara Sectio Caesarea adalah karena rasa sakit pada persalinan sebesar 96,5 % hal ini yang ditakutkan oleh ibu yang bersalin dan didapati ada yang tidak kuat menahan rasa sakit tersebut sehingga meminta Sectio Caesarea , Kesehatan Lebih Terjamin sbesar 53,5% terutama untuk kesehatan bayi maupun ibu jika melahirkan secara sectio Caesarea, melakukan Sectio Caesarea karena ingin sekalian sterilisasi sebesar 35,5 %, Kosmetik sex sebesar 25 % ini dikarenakan ibu ingin mempertahankan tonus vagina tetap utuh, Trauma persalinan yang lalu sebesar 21,5 % hal ini dikarenakan trauma terhadap persalinan yang pernah dialami dan peristiwa yang tidak menyenangkan seperti ekstraksi vakum, rasa sakit pada persalinan alami menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan ibu sehingga untuk menghindari itu, ibu lebih memilih Seelio Caesarea dari pada persalinan spontan (Sarmana,2004).

4.        Postmatur

Kehamilan postmatur adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu atau lebih istilah lainnya yaitu serotinus ( Rukiyah, 2010 ).

Penatalaksanaan pada ibu yang yang postmatur adalah setelah usia kehamilan > 40 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik-baiknya, apabila tidak ada tanda-tanda insufiensi plasenta persalinan spontan dapat ditunggu dengan pengawasan ketat, lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan tanpa amniotomi, tindakan operasi sectio caesarea dapat dipertimbangkan pada insufiensi plasenta dengan keadaan servik belum matang, pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama, dan terjadinya gawat janin atau primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre eklamsia, hipertensi menahun, infertilitas dan kesalahan letak janin (Sujiyatini  2009 ).

Menurut Saifuddin (2002) menyatakan bahwa penanganan khusus pada janin yang postmatur jika didapatkan tanda-tanda infeksi demam, cairan vagina berbau maka segera lakukan persalinan dengan tindakan sectio caesarea.

Kehamilan postmatur dengan pemeriksaan klinis dan berbagai tes menunjukan bahwa bayi dalam keadaan bahaya, maka kelahiran harus dilaksanakan. Jika induksi tidak mungkin terlaksana atau mungkin mengalami kegagalan, maka sectio caesarea adalah penanganan yang aman untuk ibu dan janin (Rukiyah,2010).  

5.        Chepalo Pelvik Disproportion (CPD)

Disproporsi fetopelvik adalah ketidak mampuan janin untuk melewati panggul (Oxorn,2010).

Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal (Kasdu, 2003).

Setiap pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul, dapat menimbulkan distosia pada persalinan. Meskipun persoalannya adalah hubungan antara panggul dengan janin tertentu, pada beberapa kasus panggul sedemikian sempitnya sehingga janin normal tidak akan dapat lewat. Ukuran yang sempit berada pada setiap bidang : pintu atas panggul (PAP), pintu tengah panggul (PTP), atau pintu bawah panggul (PBP) (Oxorn,2010).

6.        Partus Lama

Partus Lama adalah persalinan yang berlangsung lebih lama dari 24 jam. Sebagian besar partus menunjukan pemanjangan kala satu. Penyebabnya biasanya cerviks gagal membuka penuh dalam jangka waktu yang layak ( Oxorn, 2010 ).

Insiden dan Etiologi Partus Lama Menurut Oxorn, 2010 :

Insiden partus lama bervariasi dari 1 hingga 7 %.  Sebab-sebab utama partus lama yaitu disproporsi fetopelvik, malpresentasi dan malposisi, kerjanya uterus yang tidak efisien, termasuk cervix yang kaku, primigravitas, ketuban pecah dini ketika servix masih menutup, keras dan belum mendatar.

Penatalaksanaan Partus Lama

Jika ada disproporsi atau cincin kontriksi maka tindakan akhirnya maka harus dilakukan sectio caesarea.

Jika tanpa disproporsi maka lakukan infus oxcytocin untuk memperbaiki kontraksi, pemecahan ketuban secara artifisial diperlukan jika kantong ketuban masih utuh, pasien harus ditempat pada meja bersalin dan dipimpin agar mau mengejan pada setiap kali his. Episiotomi akan mengatasi perineum yang ulet. Kalau metode-metode ini gagal atau kalau kelahiran pervaginam dengan tindakan dianggap terlalu traumatik bagi kelahiran yang aman, maka tindakan yang aman untuk ibu dan janin adalah persalinan dengan tindakan sectio caesarea ( Oxorn, 2010 ).

Persalinan lama atau persalinan tak maju termasuk kedalam kelompok-kelompok seperti chephalopelvik, kontraksi uterus yang tidak efektif, pelvis yang jelek, bayi yang besar dan defleksi kepala bayi, sering diagnosi tepat tidak dapat dibuat dan pada setiap kasus merupakan diagnosis akademik, keputusan kearah sectio caesarea dibuat berdasarkan kegagalan persalinan untuk mencapai dilatasi cervix atau turunnya fetus tanpa mempertimbangkan etiologinya Oxorn ( 2010 ).

2.    Berdasarkan Faktor Janin

1.      Gawat janin

Gawat janin jarang terjadi pada persalinan, biasanya terjadi ketika janin tidak mendapatkan cukup oksigen. Indikator yang lebih sensitif pada gawat janin adalah kelainan pola detak jantung pada janin. Jika kelainan signifikan pada detak jantung diketahui, hal tersebut bisa diperbaiki dengan beberapa cara seperti memberikan oksigen kepada ibunya dan mengembalikan ibunya ke posisi sebelah kirinya. Jika cara ini tidak efektif, bayi tersebut dilahirkan secepatnya dengan forceps, vacum extractor, atau operasi sectio caesarea  (Sujiyatini2009).

Menurut Saifuddin (2002) yang menyatakan bahwa jika denyut jantung janin diketahui tidak normal seperti DJJ lambat kurang dari 100 permenit saat tidak ada his, menunjukan adanya gawat janin, jika DJJ cepat lebih dari 180 permenit yang disertai takikardi ibu bisa karena ibu demam, denyut jantung janin yang cepat sebaiknya sebagai tanda gawat janin yang dimana penangannya adalah jika serviks tidak berdilatasi penuh dan kepala janin berada dari 1/5 diatas simfisis pubis atau bagian teratas tulang kepala janin berada diatas stasion 0 maka lakukan persalinan dengan sectio caesarea.

2.      Cacat atau kematian janin sebelumnya

Khususnya pada ibu-ibu yang pernah melahirkan bayi yang cacat atau mati dilakukan sectio caesarea elektif ( Oxorn,2010 ).

3.      Prolapsus funiculus umbilicalis

Prolapsus funiculus umbilicalis dengan servik yang tidak berdilatasi sebaiknya diatasi dengan sectio caesarea asalkan bayinya berada dalam keadaan baik (Oxorn,2010).

4.      Lilitan Tali pusat

Dalam rahim tali pusat berenang bersama janin dalam kentung ketuban. Ketika janin bergerak, letak dan posisi tali pusat pun biasanya ikut bergerak dan berubah. Kadang akibat gerak janin dalam rahim, letak dan posisi tali pusat membelit tubuh janin, baik cukup berbahaya karena bukan tidak mungkin tali pusat yang turun di bagian kaki, paha, perut, lengan, atau lehernya. Apabila kondisi ini terjadi, ada kemungkinan kepala janin yang seharusnya sudah turun, tetap berada pada posisi diatas atau melintang. Jadi posisi kepala janin tidak dapat masuk kejalan lahir. Bisa juga terjadi tetapi sangat jarang adalah turunya tali pusat kearah leher rahim, bahkan ada yang keluar lebih dahulu dari pada janinnya.  Hal ini biasa terjadi pada kasus bayi lahir prematur, misalnya akibat air ketuban pecah sebelum waktunya. Biasanya, tali pusat akan turun mengikuti air ketuban yang keluar. Keadaan ini cukup berbahaya karena bukan tidak mungkin tali pusat yang turun itu terjepit dinding leher rahim yang mengakibatkan aliran oksigenkejanin terhalangi. Jika tali pusat masih menganggu janin maka kemungkinan dokter akan mengambil keputusan untuk melahirkan bayi melalui tindakan sectio caesarea (Kasdu,2003). 

Tali plasenta bermasalah atau melilit tubuh bayi sehingga menghalangi pernafasan dan asupan nutrisi pada bayi dikarenakan takut terjadinya kesulitan pada persalinan pervaginam maka tindakan yang aman untuk bayi yang terlilit tali pusat adalah dengan cara persalinan sectio caesarea  ( Wiknjosatro2007 ).

5.      Bayi kembar

Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan kermbar dapat memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap bayi dan ibu ( Rukiyah, 2010 ).

Kelahiran ganda telah meningkat selama dua dekade terakhir. Selama kehamilan, jumlah janin bisa dipastikan dengan USG. Membawa lebih dari satu janin terlampau meregangkan rahim dan rahim yang terlampau meregang cenderung mulai kontraksi sebelum kehamilan mencapai jangka waktu penuh. Akibatnya bayi biasanya dilahirkan secara prematur dan kecil. Pada kasus yang sama rahim yang terlampau meregang tidak dapat berkontraksi dengan baik setelah melahirkan menyebabkan perdarahan pada wanita setelah melahirkan, karena janin bisa jadi dalam berbagai posisi dan cara keluarnya, melahirkan secara normal bisa jadi rumit dan menanggung resiko maka persalinan yang paling aman untuk kehamilan ganda adalah dengan cara persalinan dengan tindakan sectio caesarea ( Sujiyanti 2009 ).

6.      Malposisi dan Malpresentasi

Malposisi adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan presentasi ketika berada dalam posisi abnormal, diameter tengkorak dalam hubungannya dengan pintu masuk pelvis lebih besar dari normal (Chapman,2003)

Malpresentasi  adalah semua presentasi lain dari janin selain presentasi verteks yang dimana penanganannya yaitu jika presentasi bokong maka yang dilakukan adalah persalinan dengan tindakan sectio caesarea. Jika letak lintang dan presentasi bahu maka penanganannya adalah lakukan versi luar jika ibu pada permulaan inpartu dan ketuban cukup, jika versi luar berhasil maka lanjutkan dengan persalinan normal, tapi jika versi luar gagal maka dianjurkan untuk melakukan persalinan dengan tindakan sectio caesarea ( Saifuddin 2002 ).

7.      Bayi Besar atau Makrosomia

Makrosomia atau janin besar adalah taksiran berat janin diatas 4.000 gram. Di negara berkembang, 5 % bayi memiliki berat badan lebih dari 4.000 gram pada saat lahir dan 0,5 % memiliki berat badan lebih dari 4.500 gram. Ada beberapa faktor ibu yang menyebabkan bayi besar, yaitu ibu dengan diabetes, kehamilan post-term, obesitas pada ibu, dan lain-lain. Untuk mencegah trauma lahir, maka bedah sesar elektif harus ditawarkan pada wanita penderita diabetes dengan taksiran berat janin lebih dari 4500 gram dan pada wanita nondiabetes dengan taksiran berat janin lebih dari 5000 gram (Rukiyah, 2010).

Ibu yang di diagnosa bayi besar biasanya dikarenakan ibu yang memiliki riwayat diabetes mellitus yang dimana apabila diabetesnya lebih berat dan memerlukan pengobatan insulin sebaiknya kehamilan diakhiri lebih dini biasanya dalam kehamilan antara 36 dan 38 minggu, baik dengan cara induksi maupun sectio caesarea ( Wiknjosastro 2007 ).

Menentukan besarnya janin secara klinis memang sulit. Kadang-kadang baru diketahui adanya janin besar setelah tidak adanya kemajuan persalinan pada panggul normal dan his yang kuat. Periksa panggul normal, janin dengan BB 4000-5000 gram pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam melahirkan, tapi mengingat ibu hamil dengan makrosomia mempunyai risiko besar pada saat persalinan maka lebih baik melahirkan dengan tindakan sectio caesarea (Rukiyah, 2010

Tinggalkan komentar